aReeNii

Minggu, 15 April 2012

XL Launching BTS ke 30 Ribu




SETELAH mengajak mengajak puluhan fotografer dari komunitas Photografi Indonesia dan Komunitas Blogger ke wisata alam Rammang Rammang, PT XL Axiata (XL) kembali melaunching Base Transceiver Station (BTS) yang ke 30.000 BTS di Jalan poros Bosowa, Desa Salenrang Kecamatan Bontoa, Selasa, 11 April.

Jumlah BTS yang mencapai 30 ribu an menunjukkan keseriusan XL dalam membangun infrastruktur jaringan telekomunikasi seluler yang berkualitas di seluruh provinsi di Indonesia.

Hal ini juga untuk mendorong pemerataan pembangunan diseluruh pelosok daerah.
Chief Commerce Officer PT XL Axiata,Nicanor V Santiago mengatakan jumlah BTS XL yang ke 30 ribu ini telah menjangkau lebih dari 95 persen pengguna di Indonesia.

Dia berharap dengan BTS ke 30 ribu ini, layanan XL bisa semakin baik dan bagus.

"Jaringan XL ini merupakan persembahan untuk memajukan Indonesia," katanya.

Dia juga mengaku sangat bersyukur karena tengah membangun infrastruktur BTS hingga 30 ribu.

"Tentu ini sangat tidak mudah karena membutuhkan ivestasi besar," katanya.

Khusus area Sulawesi, kata dia, telah berdiri 1187 BTS dan target hingga bulan Oktober akan dibangun 4 ribu BTS se-Indonesia. Dengan layanan 3G mencapai 438 BTS.

"Dalam sebulan kami biasa membangun 1000 BTS secara nasional," katanya.

Nico juga mengatakan tidak akan berhenti dititik 30 ribu BTS ini, tapi menargetkan dalam setahun bisa membangun 4000 BTS lagi.

"Kemungkinan besar akan membangun 600 BTS bagi 3G denga radius 2 km," katanya.

Diakuinya XL pun terus berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas jaringan di masa akan datang. Termasuk membangun jaringa 3G hingga ke desa-desa.

Dengan tercapainya jumlah 30 ribu BTS tersebut, kata dia, itu akan semakin menjamin luasnya cakupan layanan XL (wider coverage), kapasitas layanan yang semakin besar (bigger capacity) serta kualitas layanan yang lebih baik (better quality) sehingga masyarakat Indonesia akan semakin nyaman dalam melakukan aktifitas komunikasi.

"Ketiga hal tersebut sebagai syarat yang harus dilakukan XL mengingat jumlah pelanggan yang terus bertambah dan kini mencapai sekitar 46,4 juta," katanya.
Dia menambahkan hingga akhir tahun angka atau jumlah pelanggannya bisa terus bertambah hingga 50 juta pelanggan se Indonesia.

Vice President XL North Nuruddin Al Fithroh mengatakan hingga Maret 2012 jumlah XL relah menembus angka 2,9 juta pelanggan yang didukung 2500 BTS diseluruh wilayah North. Mulai dari Kalimantan, Sulawesi, Maluku hingga Papua.

Sementara Bupati Maros, HM Hatta Rahman yang diwakili Kadis Perhubungan, Telekomunikasi dan Informatika, Amirullah Salam mengaku merespon positif penambahan BTS dari XLyang ke 30 ribu. Pasalnya XL cukup membantu rakyat Maros dalam berkomunikasi. Namun, untuk di daerah ketinggian seperti Camba dan Cenrana, diakui Amirullah umumnya masyarakat kesulitan dalam berkomunikasi. Olehnya itu dia meminta agar XL bisa membantu masyarakat di daerah Camba.

Selain Launching PT XL Axiata juga memberikan bantuan CSR dengan membangun dermaga di desa pariwisata Rammang Rammang dan Gapura. (ARINI)
Read More

Rabu, 11 April 2012

Keunikan Kawasan Karst Pangkep-Maros

*Terbesar Kedua Setelah China


KAWASAN Karst Maros-Pangkep ternyata terbesar dan terindah kedua setelah China Selatan.
Laporan: Arini Nurul Fajar, Maros



BERBICARA kawasan karst memang cukup menarik. Selain memiliki keunikan tersendiri, bentukan dan bentang alam yang khas dengan keunikan flora serta faunanya juga menjadi daya tarik tersendiri. Baik bagi para ilmuwan maupun para pemerhati dan penikmat alam.

Keindahan itu rupanya tak hanya dimiliki China Selatan, namun bisa ditemui di Sulawesi Selatan khususnya di kawasan Maros-Pangkep. Tebing-tebing karst yang tinggi menjulang berbentuk menara (tower karst) yang berdiri sendiri maupun berkelompok membentuk gugusan pegunungan batu gamping yang menjulang tinggi merupakan fenomena alam yang menakjubkan.

Tidak hanya sebatas karstnya saja, kawasan karst Maros-Pangkep memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri, yang tidak dimiliki oleh kawasan karst lainnya. Terbukti dengan keanekaragaman flora dan fauna.



Kawasan karst di Kabupaten Maros sendiri ada sekitar 20 ribuan hektare yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (Babul).

Kepala Seksi Pengelola Taman Nasional Babul, Dedy Asriady mengatakan jika berbicara luas kawasan hutan di Taman Nasional Babul sekitar 43.750 hektare. Tapi kawasan karstnya itu 20 ribu di kawasan Taman Nasional.

"Sedangkan kawasan karst Maros-Pangkep yang ada di dalam dan luar Taman Nasional itu jumlahnya kurang lebih 40 ribu, tapi yang masuk Taman Nasional khusus karstnya itu 20 ribu ditambah beberapa kawasan hutan masuk menjadi kawasan taman nasional menjadi 43 ribu," jelas Dedy.

Lebih lanjut, kata dia, kawasan karst Maros-Pangkep yang masuk menjadi taman nasional ada 20 ribu sementara yang di luar taman nasional itu dalam bentuk hutan lindung dan hutan produksi.

"Sebagian itu ada yang dikelola oleh hak guna usaha pertambangan seperti PT Semen Bosowa, PT Semen Tonasa, dan perusahaan marmer," katanya.

Dia mengatakan kawasan karst yang masuk dan di luar Taman Nasional, tetapi yang tidak ditambang itulah dijadikan sebagai destinasi wisata.

"Jadi kawasan karst yang dalam Taman Nasional ada sekitar 20 ribu di antaranya Bantimurung, Leang Leang, air terjun di Mallawa, Biseang Labboro (Bislab), Gunung Bulusaraung Pengkep dan Leang Lonrong di Pangkep itulah beberapa yang menjadi destinasi wisata," katanya.

Banyak hal menarik, kata dia, sehingga karst Maros-Pangkep diusulkan sebagai World Heritage atau warisan dunia sekitar tahun 2000an lalu.

"Pertama karena kawasan karst di Indonesia itu yang sebagian ditunjuk menjadi Taman Nasional itu satu-satunya di Indonesia yang luasnya 40 ribuan, kalau di Jawa hanya sekitar 5 ribuan. Sehingga dikenal sebagai kawasan karst terbesar kedua setelah China Selatan," jelasnya.

Kedua, lanjutnya, kawasan karst itu penuh dengan potensi yang belum tergali. "Mulai dari potensi budayanya yang ternyata banyak peninggalan prasejarah di dalamnya, juga ada gua-gua prasejarah," katanya. Tidak hanya itu, kata Dedy, dari segi ilmu pengetahuan bidang flora dan fauna ternyata banyak dijumpai tumbuhan dan hewan yang punya ketergantungan dengan kawasan karst.

Dimana jenis fauna yang kerap ditemui di kawasan karst seperti jenis Kera Hitam atau Macaca Maura dan Tersius (Tarsius sp). Sedangkan jenis floranya seperti pohon ara atau beringin (Fiscus sp) dan jenis kayu hitam (Diospyros celebica).

Menariknya lagi, kata dia, kawasan karst itu tata guna air sehingga bisa menghidupi sebagai sumber cadangan air di musim kemarau dan untuk kepentingan-kepentingan seperti di persawahan.

Pengusulan karst Maros-Pangkep sebagai warisan dunia itu, kata dia, inisiasinya sekitar tahun 2000-an.” Sebelum Taman Nasional terbentuk pun tahun 2004 pun itu sudah diinisiasi. Hanya saja salah satu syaratnya kawasan itu harus jelas pengelolanya," katanya.

Karena itu, dibentuknya Taman Nasional merupakan salah satu alasan supaya ada yang bertanggung jawab
terhadap calon lokasi World Heritage ketika dimintai pertanggungjawaban.


Namun untuk mengusulkan ke UNESCO, kata dia, ada tahapan-tahapan yang dilakukan sesuai kategori yang ditetapkan.

"Kan ada beberapa kategori yang ditetapkan UNESCO antara lain dari segi Natural, Budaya dan penggabungan keduanya. Nah itu bisa kita pilih," katanya.

Untuk Karst Maros Pangkep sendiri, kata dia kategori yang dipilih adalah yang ketiga. Yaitu penggabungan Natural dan Budayanya. Dia juga menjelaskan ketika Karst Maros-Pangkep dijadikan warisan dunia, tentu ada plus minusnya.

"Keuntungannya karena sudah pasti lokasi-lokasi itu menjadi perhatian dunia. Biasanya kalau perhatian dunia sudah fokus ke kawasan world heritage itu berarti sumbangsih terhadap kelestarian keberadaan warisan dunia dilakukan oleh semua pihak. Baik pihak nasional maupun luar negeri," ungkapnya.

Wujudnya, kata dia, boleh dalam bentuk bantuan finansial ataupun teknik. Keuntungan lainnya, menurut dia promosi terhadap lokasi world heritage itu mendunia. Jadi tidak hanya di pemerintahan Indonesia promosinya.

Sementara luasan karst Maros-Pangkep yang diusulkan sebagai World Heritage, kata dia, belum diketahui secara pasti. Itu dikarenakan deliniasi atau pengukuran batas mana yang masuk kawasan World Heritage belum ditentukan. "Jadi kita belum mendapatkan informasi berapa luasnya," katanya.

Terpisah Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, Andi Muhammad Said mengakui adanya pengusulan Karst Maros-Pangkep sebagai warisan dunia.

"Memang dulu itu kita sudah nominasikan bersamaan semua termasuk Toraja, tapi ada prioritas," katanya.
Saat ini, kata dia, yang menjadi prioritas adalah Toraja. Sedangkan Karst Maros-Pangkep nanti setelah Toraja.

Keuntungannya setelah menjadi world heritage, kata dia, secara tidak langsung membantu kita untuk mempromosikan dan melestarikannya. Luasan atau wilayah, yang akan dijadikan World Heritage kata dia belum ditentukan karena masih akan dilakukan kajian-kajian.
Read More

Selasa, 10 April 2012

Menyusuri Karst Rammang-Rammang

*) Cara XL Promosikan Pariwisata Arini Nurul Fajar, Maros

 GUGUSAN karst atau batuan kapur kawasan Rammang-rammang menjulang tinggi di antara aliran sungai yang mengelilinginya. Bentuknya unik, bak pahatan alam di atas sungai dan memberi pemandangan yang sangat eksotis. Indahnya panorama pebukitan karst dengan warna batuan dominan hitam dikelilingi sungai dapat dinikmati bila melalui jalur sungai menuju objek wisata Rammang-rammang.

 Letaknya di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros. Pohon bakau dan Nipa tumbuh di sisi kiri dan kanan sungai daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Singkapan batu kapur tersebar di sepanjang alur sungai dan menyembul dari dasar sungai. Bila mengunjungi kawasan karst Rammang-rammang melalui jalur darat, gugusan batu terlihat menyerupai menara dan biasa disebut hutan batu. Sekelilingnya bukan lagi alur sungai, melainkan areal persawahan tadah hujan dengan banyak pematang sawah.


Melihat keindahan panorama alamnya saja, pikiran terasa lebih segar. Apalagi semuanya terlihat masih alami. Keunikannya membuat pengunjung merasa betah berlama-lama di sekitar kawasan bukit kapur dengan gua-gua yang banyak tersembunyi di sekitarnya. Karst Rammang-rammang salah satu tujuan wisata favorit turis mancanegara.

Mereka sangat senang melakukan wisata adventur atau petualangan menyusuri gua-gua yang berada di dalam kawasan. Selain gugusan batu kapur, Rammang-rammang memang menyimpan banyak gua yang terbentuk dari gugusan pegunungan gamping dengan ketinggian antara 10-300 meter di atas permukaan laut. Bentang alamnya bervariasi dari kawasan landai hingga terjal. Vegetasi yang hidup di kawasan ini mulai dari tumbuhan khas pegunungan gamping, rawa-rawa, dan beberapa jenis tanaman yang tumbuh pada dataran alluvial yang sekarang menjadi lahan pertanian masyarakat setempat. Gua Rammang-rammang ditemukan penduduk sekitar Desa Salenrang sekitar tahun 1993.

Namun, penemuan itu baru mendapat respons sekitar tahun 2000 silam ketika Balai Arkeologi Makassar melakukan penelitian. Staf Bagian Program Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maros, Yusriadi Arif mengatakan, Rammang-rammang memiliki daya tarik yang sangat besar. Daya tarik utamanya pada lanskap atau pemandangan alamnya. Keberadaan karst yang masih alami membuatnya unik dan terkenal. "Bentuk pahatan bebatuan menyerupai menara karst dan tipe seperti itu hanya terdapat di tiga negara saja yakni Cina, Vietnam dan Indonesia.

Nah di Indonesia, Maros masuk," katanya. Rammang-rammang sudah mulai dikenal sejak lima tahun terakhir. Pengunjungnya lebih banyak didominasi turis asing atau wisatawan mancanegara. Kawasan ini juga sering menjadi arena outbound. Menanggapi potensi wisata itu, PT XL Axiata Tbk North Region kemudian berkunjung ke kantor Dinas Pariwisata Maros, Senin, 26 Maret lalu. Mereka kemudian menyampaikan ketertarikannya terhadap taman wisata Rammang Rammang yang belum begitu dikenal. Padahal potensinya sangat besar.


Rencana PT XL Axiata Tbk North Region untuk memperkenalkan sektor pariwisata di Kabupaten Maros pun kemudian direalisasikan lewat kunjungannya Sabtu, 31 Maret ke Desa Salenrang khususnya diobjek wisata Rammang Rammang.

Kegiatan yang mengangkat tema "Demo Photo Di atas Sungai Pute" pun mengikutsertakan puluhan fotografer dari komunitas Photografi Indonesia dan Komunitas Blogger. Sebelum menyusuri sungai pute yang dikelilingi bentangan karst dan gua gua, rombongan terlebih dahulu mengabadikan foto karst diantara pematang sawah. General Manager Finance & Management Service XL North, Awaluddin, mengatakan kegiatan demo foto itu sebagai salah satu bentuk mendukung pariwisata kawasan karst menjadi World Heritage.

 Dia berharap dengan cara seperti itu dapat membantu mempromosikan potensi pariwisata di Maros. Apalagi, kata dia keindahan dan luas karstnya merupakan yang kedua setelah China Selatan. "Targetnya sendiri adalah Wisatawan Mancanegara," katanya. Kini, kata dia, XL menunggu program dari Pemda Maros terkait dalam mempromosikan pariwisata Maros di Kawasan Karst. Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Maros, Rahmat Burhanuddin mengaku sangat mengapresiasi usaha PT XL Axiata Tbk North dalam mempromosikan pariwisata Maros khususnya wisata karst yang masih belum banyak digaungkan.

"Itu satu hal yang positif karena ada yang mau mempeomosikan pariwisata di Maros khususnya karst. Tentu kita merasa terbantu," katanya. Apalagi, lanjutnya, kawasan karst di Dusun Rammang Rammang Desa Rammang Rammang Kecamatan Bontoa merupakan kawasan karst terbesar dan terindah kedua setelah Cina Selatan. "Kan sayang kalau tidak terpromosikan dengan baik," katanya.


Dia berharap setelah rombongan fotografer dan penulis berkunjung ke sana (Rammang Rammang, red) yang difasilitasi PT XL paling tidak bisa membantu Pemda dalam hal promosi.

"Jadi kita juga tidak bisa dengan mudah mempromosikan kawasan karst itu tanpa adanya bantuan dan dukungan pihak ketiga untuk mempromosikannya," katanya. Rahmat juga mengaku untuk 2013 mendatang, Dinas Pariwisata sudah memasukkan perencanaan untuk mengelola Rammang Rammang sebagai desa wisata. Sehingga akan dibuat sarana dan prasarana. (*)

Read More

Sabtu, 05 Desember 2009

*) Dari Pemutaran Film HIV/AIDS di Prambors


Dijauhi dan Gelas Habis Digunakan Langsung Dibuang

DISKRIMINASI masih menjadi masalah sosial Odha dengan lingkungannya. Padahal, mereka butuh dukungan hidup.

Arini Nurul Fajar
Mal Ratu Indah

PELATARAN Radio Prambors di lantai empat Mal Ratu Indah (MaRI) masih sepi ketika saya datang pukul 20.00, Jumat, 4 Desember. Sebuah layar berukuran sedang telah terpasang, lengkap dengan perangkat sound system di bagian kanan dan kiri layar.
Beberapa orang panitia pelaksana sibuk mempersiapkan peralatan yang akan digunakan untuk pemutaran film penderita HIV/AIDS dan diskusi publik.
Waktu terus berputar. Pukul 21.30 wita, satu persatu tamu undangan mulai berdatangan. Mereka lalu mengisi pelataran prambors yang sedikit remang.
Hanya satu lampu yang tergantung tepat di depan pintu masuk yang menyinari area pelataran. Angin malam mulai berembus menyejukkan malam dan titik-titik hujan dari langit mulai turun membasahi orang-orang yang berada di area terbuka itu. Tapi itu tak berlangsung lama, hanya beberapa detik saja.
Kondisi seperti itu juga tak menyurutkan semangat mereka untuk tetap mengikuti pemutaran film yang digelar oleh Global Inklusi Perlindungan HIV/AIDS, Mahasiswa Sosiologi Universitas Hasanuddin, Prambors, dan MaRI.
Pelataran juga mulai dipenuhi para undangan dan duduk di lantai pelataran.
Ada yang menggunakan kertas sebagai pengalas duduk, tapi ada pula yang dengan cueknya langsung duduk di atas lantai pelataran yang masih berlapis semen kasar.
Direktur Global Inklusi Perlindungan HIV/AIDS, Nuraini Geegee Siemens La Husein mengaku sangat mengapresiasi kegiatan pemutaran film itu. "Terima kasih kepada undangan yang telah mau hadir dengan segala keterbatasan dan kekurangan tempat," ujar Geegee, sapaan akrabnya.
Pemutaran film itu diharapkannya dapat menjadi media dan alat advokasi yang bermanfaat bagi masyarakat, khususnya mahasiswa. Orang yang hidup dengan HIV/AIDS tidak untuk dijauhi.
Suara gelegar pun mulai terdengar menandakan pemutaran film dimulai. Dari layar dipertontonkan tentang narkoba, jarum suntik, serta seks bebas yang mulai merambah dan merajalela dengan bebasnya memasuki ruang hidup generasi muda melalui jalur transportasi udara, laut, dan darat.
Ironisnya, peredaran narkoba juga banyak ditemukan pada anak sekolah hingga anak berusia di bawah 17 tahun. Hampir setiap hari narkoba ditemukan dan dimusnahkan. Namun itu belum mampu mengurangi jumlah kematian akibat narkoba, jarum suntik dan seks bebas. Bahkan, yang tak memiliki perilaku menyimpang pun bisa terinveksi virus HIV/AIDS.
Pada pemutaran film kedua, diperlihatkan sosok lelaki asal Bandung yang memiliki orientasi seks yang suka dengan sejenisnya atau kerap disebut gay. Dia seorang penderita HIV/AIDS positif yang terus berusaha memperbaiki dirinya dengan hidup lebih baik.
Film ketiga berisikan komentar para Odha dan keluarganya yang di diskriminasi oleh masyarakat.
Salah satunya perempuan beranak dua yang bercerita tentang pertama kali dirinya dinyatakan positif HIV/AIDS. Masyarakat mulai menjauhinya, hingga ia harus mengasingkan diri ke rumah keluarganya di kampung. "Saya bersyukur, karena meskipun positif terserang virus HIV, tapi suami tak pernah menjauhi. Dukungannya sangat besar dan itu yang membuat saya bertahan," ujar Odha yang sehari-harinya berkebun itu.
Bukan hanya perempuan beranak dua itu yang merasa terdiskriminasi. Seorang lelaki yang juga Odha mengaku sangat merasa terdiskriminasi akibat virus yang menyerangnya. "Masyarakat sekitar rumah mulai menjauhi," keluhnya.
Jangankan untuk mendekati, ujarnya, setelah menggunakan barang-barang mereka seperti gelas, pasti dicuci menggunakan air panas. Mereka juga kadang tidak segan-segan untuk membuang barang-barang itu. "Seakan-akan penyakit yang ada di dalam tubuh saya itu dengan gampang menular," katanya.
Dari pemutaran film itu, banyak kisah di antara mereka yang mengidap virus HIV bukan karena perilaku menyimpang. Beberapa di antaranya juga tertular oleh pasangannya. Tidak sedikit dari mereka terdiskriminasi oleh lingkungannya.
Ketua Umum Keluarga Besar Sosiologi, Unhas, Nasrul Haq, mengatakan tujuan pemutaran film itu tidak lain untuk memperlihatkan masalah status atau hubungan sosial para Odha. "Kami melihat selama ini, Odha bukan hanya masalah fisik atau kesehatan saja, namun ada hubungannya dengan hubungan sosial antara masyarakat yang satu dengan yang lain," tuturnya.
Masalah Odha hampir semuanya sama. Karena penyakitnya, mereka mendapat diskriminasi dari masyarakat atau lingkungannya. Padahal, berkontak secara langsung dengan Odha belum tentu membuat kita tertular," ujar Nasrul Haq.
Dia berharap melalui pemutaran film itu, mahasiswa bisa terbuka pikirannya untuk waspada terhadap virus HIV/AIDS. Virus mematikan itu, imbaunya, harus diwaspadai, karena virusnya bukan hanya dari perilaku menyimpang. Tapi waspada, tegasnya, juga bukan berarti harus mendiskriminasi Odha, karena mereka juga manusia yang membutuhkan dorongan dari keluarga dan lingkungannya.
Acara pemutaran film tentang AIDS itu dihadiri oleh akademisi sosiologi Unhas, Nuvida RAF, S.Sos beserta mahasiswa-mahasiswa Sosiologi dari Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas 45 Makassar, dan Universitas Muhammadiyah (UNISMUH) Makassar.(*)
Read More

*Mengenang Metropolitanku Tempo Doeloe

Tak Ada Lagi Ambon di Kampoeng Baroe

DULU menjadi Ambon Kamp dan dinamakan Kampoeng Baroe. Pada tahun 1930-an, inilah perkampungan orang-orang Ambon di Makassar.

ARINI NF
Makassar

TAK hanya Kampung Melayu, Arab, India, Wajo, Butung dan masih banyak lagi perkampungan yang ada di Makassar. Salah satunya perkampungan orang-orang Ambon yang terletak di sepanjang Jalan Somba Opu, Jalan Bau Massepe, Jalan Ali Malaka, hingga Kampung Mariso. Namanya Kampoeng Baroe.
Itu di zaman Belanda. Namun, untuk saat ini, penduduk Kampoeng Baroe lebih didominasi Tionghoa.
Sejarawan dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Makassar, Mohammad Natsir, menjelaskan, orang-orang Ambon berada di Kampoeng Baroe setelah menjadi tawanan Belanda. Semula mereka berada di dalam Fort Rotterdam.
"Sebenarnya Kampoeng Baroe itu hanyalah toponim pada masa itu. Kenapa? karena sudah banyak perkampungan yang ada sebelumnya dan kemudian terletak di sebelah selatan bangunan benteng, makanya disebut sebagai Kampoeng Baroe," jelas Natsir, di ruang kerjanya, Kamis, 23 Juli.
Memasuki tahun 1950-an kemudian banyak Tionghoa yang bermukim di kampung ini. Sementara orang-orang Ambon mulai tergeser.
Di masa pemerintahan Walikota Makassar, M Daeng Patompo, Kampoeng Baroe mengalami penataan. Termasuk Jalan Somba Opu yang dijadikan sebagai salah satu nadi ekonomi di metropolitan ini.
Sebelum ditata, Kampoeng Baroe juga pernah menjadi tempat permukiman militer dan pusat pelatihan baris berbaris.
Pusat-pusat militer berada di sepanjang Haji Bau Bau, Jalan Cenderawasih, Jalan Sungai Tangka, serta Jalan Rajawali. Sedangkan kawasan Losari dijadikan sebagai tempat latihan baris berbaris militer.
"Untuk nama, sejak dulu tak ada perubahan. Kawasan ini tetap bernama Kampung Baru. Penghuninya saja yang berbeda," terang Natsir. (*)
Read More

© aReeNii, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena